Morfologi Makassar Sebagai Kota Dagang

Tata Kota Makassar sebagai Kota Dagang

Pelabuhan Makassar terletak di wilayah pesisiran Vlaardengen, yang terlindung oleh gugusan pulau yang disebut Kepulauan Spermonde, sehingga sangat aman dan baik bagi kapal−kapal yang mengunjunginya. Kota dan bandar Makassar awalnya berada dimuara sungai Tallo dengan dibukanya sebuah pelabuhan niaga kecil diwilayah itu pada abad ke-15. Awalnya bandar Tallo itu berada dibawah kerajaan Siang di Pangkejene, tetapi pada pertengahan abad ke-16, Tallo bersatu dengan sebuah kerajaan kecil lokal lainnya (Gowa) dan dimulai melepaskan diri dari penguasa Siang, bahkan menyerang dan menaklukkan wilayah-wilayah kecil sekelilingnya (dari sumber portugis). Akibat semakin intensifnya kegiatan pertanian di hulu sungai Tallo, mengakibatkan pendangkalan sungai Tallo, sehingga bandarnya dipindahkan ke muara sungai Jeneberang. Disinilah terjadi pembangunan kekuasaan kawasan istana oleh para ningrat Gowa-Tallo yang kemudian membangun pertahanan benteng Somba Opu, yang untuk selanjutnya seratus tahun kemudian menjadi wilayah inti Kota Makassar. Pada abad 15-16 Makassar dijadikan sebagai daerah transit bagi saudagar-sudagar dari berbagai daerah, karena kota Makassar merupakan daerah penghasil beras terbesar. Beras-beras ini akan ditukar dengan rempah-rempah di Maluku maupun barang-barang manufaktur yang berasal dari Timur Tengah, India dan Cina di Nusantara barat.

Setiap tahun pada periode 1800−1846 pelabuhan ini dikunjungi rata−rata 1−3 jung Cina, 2−8 kapal Eropa, dan 30−80 Padewakang (perahu dagang bumiputra sebelum tahun 1860, selain padewakang juga ada perahu yang bernama paccalang, setelah ini mulai tercatat kapal jenis pinisi). Kapal api untuk kegiatan niaga baru ada pada 1842 yaitu kapal pemerintah. Semakin banyaknya kunjungan kapal api asing, maka dibangunlah dermaga dari kayu di ujung tanah yaitu di dekat depot batubara.

Kecenderungan menggunakan kapal Eropa khusunya kapal api (karena jaminan keamanan transportasi niaga lebih baik), menyebabkan pelayanan impor dan ekspor Makassar berada di tangan orang Eropa, sehingga perahu bumi putra mengalihkan kegiatan pelayaran mereka ke Bandar niaga lain yang memungkinkan dan membutuhkan pelayanan mereka, sehingga menyebabkan kemerosotan arus pelayaran bumiputra. Oleh karena itu pada tahun 1863 pemerintah membangun pelabuhan bagi tongkang (jenis perahu yang digunakan untuk angkutan ternak seperti sapi, kuda dan lainnya) yaitu di dekat muara sungai Tello yang disebut baringbaringan Taka tello, pelabuhan di dekat muara sungai Jeneberang (sungai Gowwa) yang disebut Ujung Pandang (1860), dan pelabuhan Batu tehu.

Merosotnya jumlah perahu yang masuk ke pelabuhan Makassar setelah tahun 1865 berkaitan dengan pemakaian pelabuhan yang baru serta pembukaan pelabuhan bebas lain di wilayah Indonesia bagian timur. Kebijaksanaan itu mempengaruhi sebagian pedagang, pelaut, dan nelayan untuk memasarkan produksi mereka di pelabuhan itu. Selain itu, persebaran pelayaran niaga Inggris dan Cina dari Singapura di wilayah kepulauan itu menyebabkan penduduk dapat memasarkan langsung produksi yang diperoleh kepada pedagang Inggris dan Cina itu tanpa harus mengunjungi Bandar niaga yang besar.

 

Hukum Pelayaran dan Perdagangan Amanna Gappa

Amanna Gappa adalah orang bugis dari daerah Wajo dan hidup di dalam abad 17. Pada abad 17 telah ada koloni−koloni orang Wajo di kota Ambon, Banjarmasin, Palembang, Malaka, Johor, dan lain−lain. Migrasi besar terjadi pada pertengahan abad 17. Pada waktu itu daerah Wajo terlibat perang dengan tetangganya yag berakhir dengan hancurnya daerah Wajo dan ibu kotanya (Tosora) tahun 1670. Kemudian timbullah kelaparan sehingga sebagian besar orang Wajo mengungsi ke Makassar. Hal ini disebabkan karena beras di Makassar berlimpah sehingga kebutuhan hidup sehari−hari dapat terpenuhi, selain itu Makassar juga merupakan pelabuhan besar bagi perdagangan internasional. Kepala koloni Wajo disebut matoa. Syarat untuk menjadi matoa yaitu: keturunan bangsawan, mempunyai kejujuran, kepintaran berbicara dan berunding, memiliki pengetahuan yang luas tentang adat−istiadat dan lain−lain. Amanna Gappa adalah matoa ketiga di Makassar.

 

Penataan Kota dan Penduduk Makassar

Kota Makassar dibagi menjadi 3 bagian (Speelman) yaitu pusat kegiatan administrasi pemerintahan di Fort Rotterdam, pusat perdagangan di Negory Vlaardingen, dan wilayah pemukiman penduduk (kampung). Menurut Francois Valentijn (awal abab 18) dan Alfred Russel Wallace (pertengahan abad 19) yaitu administrasi dan niaga. Pada tahun 1848 lahan tanah kota ini dipilah−pilah dan dijual kepada para pedagang Belanda, Inggris, dan Cina dari Singapura. Kehadiran para pedagang dan pengusaha mepengaruhi terjadinya urbanisasi, sehingga penduduk Makassar meledak.

Pertambahan penduduk Makassar disebabkan karena: kesalahan pendataan sebelumnya, perluasan kebutuhan administrasi pemerintah, tersedianya lapangan kerja, dan adanya jaminan sosial dan keamanan. Sedangkan berkurangnya penduduk dikurangi oleh: hambatan urusan administrasi pengembangan usaha, ancaman keamanan, kesempatan yang baik bagi pengembangan usaha di tempat lain, mutasi pegawai pemerintah, dan wabah penyakit. Pada tahun 1893 penduduk cina dan bumiputra di Makassar berkurang, hal ini disebabkan oleh pemindahan kegiatan niaga mereka ke daerah produksi (sebagai pengepul).

Perkembangan kota dan kedudukannya sebagai pelabuhan transito bagi perdagangan di kepulauan Indonesia timur mendorong pemerintah merencanakan membentuk pemerintah kota (gementee) pada 1904. Perkembangan dan perluasan wilayah kota itu akhirnya memantapkan rencana Makassar untuk dijadikan kota madya (stadsgemeente) pada 1906.

 

Pemilikan Kapal dan Perahu Di Makassar

Catatan menyangkut kapal dan perahu yang terdaftar di Makassar baru termuat dalam terbitan regeringsalmanak (1833), yaitu 2 buah Skuner (Schoener) yaitu Skuner Oedjong Pandang dan Maria Philipina (milik orang Eropa). Pada tahun 1838 meningkat menjadi 3 buah. Pada tahun 1873 pedagang Eropa dicatat telah memiliki 10 kapal, Cina 6 kapal, dan bumiputra 8 kapal. Makassar dinyatakan sebagai pelabuhan bebas pada tahun 1851 dan 1862, hal ini juga mengakibatkan jumlah kapal milik pedagang meningkat.

 

Perusahaan Dagang di Makassar

Keterangan menyangkut badan usaha dagang sebelum tahun 1846 sulit dieroleh kecuali keterangan mengenai kegiatan NHM (badan yang bertugas menangani kepentingan niaga pemerintah) yang kegiatannya diawai pada tahun 1827. Selain pemerintah juga ada toko−toko milik pedagang Belanda maupun Cina. Pada tahun 1838, toko yang dimiliki oleh orang Eropa telah dipenuhi oleh orang Cina. Pada tahun 1948−1949 pengusaha Eropa mendirikan 5 perusahaan besar di Makassar, contoh: Mohrman & Co. perkembangan ini berkaitan dengan kebijaksanaan pelabuhan bebas dan penempatannya sebagai pelabuhan transito bagi kepulauan di bagian timur. Sejumlah pengusaha (pedagang Arab dan Timur Asing lainnya) sulit memperoleh ijin usaha, kesempatan tetap terbuka namun persyaratannya yang diperketat. Pedagang yang tidak memperoleh ijin usaha menjadi pedagang perantara, bergiat dalam usaha jasa pelayanan angkutan atau tetap melakukan usaha tetapi usaha mereka tida didaftarkan, hal itu mungkin karena dipandang sebagai usaha kecil dan bergantung pada modal perusahaan besar. Pada perkembangan selanjutnya muncullah perusahaan yang menawarkan asuransi perdagangan yaitu jaminan keamanan bagi lalu lintas angkutan barang.

Sumber:

Kuswiyah, Wiwi. 2000. Makassar sebagai Kota Maritim. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Rompa, Daeng. 2011. Sejarah Perdagangan Makassar dan Dunia Internasional. www.kabarkami.com (diunduh tanggal 09/04/2012)

 

free download ppt Makassar sebagai kota dagang

Categories: Sejarah | Tinggalkan komentar

Navigasi pos

Tinggalkan komentar

Blog di WordPress.com.